Kamis, 02 April 2009

Cemilan Khas Malang

Bertandang ke kota Malang, tak lengkap rasanya tanpa membawa oleh-oleh khas dari kota pendidikan ini. Beragam cemilan yang selalu diburu oleh pengunjung kota Bunga yang juga identik dengan kota apel ini sudah tak asing lagi. Kripik tempe, penganan khas Malang yang pernah hampir terancam punah karena mahalnya kedelai dan hak paten yang diakui oleh Jepang.
“Tempe khas Malang lain dengan tempe di luar Malang, mungkin karena faktor airnya ya?” ungkap Afif, perantau yang pernah menamatkan studi di PTN Malang. “Buktinya saya sering kangen dengan tempe khas Malang,” tambahnya.
Sebagai bahan baku keripik tempe, tempe khas Malang memang mempunyai cita rasa khas. Dusun Sanan, kelurahan Purwantoro Kecamatan Belimbing, adalah salah satu tempat yang terkenal menjadi sentra pembuatan tempe maupun keripik tempe. Hampir seratus rumah yang menjadi home industri keripik tempe. Penghasilan bersih mereka, rata-rata perhari berkisar antara Rp. 100.000 rupiah hingga Rp. 350.000 rupiah , sebuah angka yang menggiurkan dan cukup menjamin kelangsungan hidup untuk saat ini.
Melihat prospek yang menjajikan untuk usaha keripik tempe, tentunya membuat usaha ini semakin diminati. Nurma, wanita lajang asli Malang ini, mengakui telah menekuni usaha ini sejak tahun 1999. “Daripada nganggur mbak, saya lihat kok prospeknya bagus,” ungkapnya. Dengan jumlah pegawai yang hanya 2 orang sebagai pengiris dan pembungkus, Nurma tak kesulitan untuk tetap melanjutkan usahanya. Sementara itu untuk menggoreng Nurma mampu menanganinya sendiri.
Lain halnya dengan Muhammad Hidayat Wicaksono, pemilik usaha keripik tempe ‘Melati’ ini, sudah memiliki sekitar sepuluh orang karyawan. Awal merintis usaha juga dilakukan sendiri beserta keluarga, namun setelah delapan tahun berdiri, usaha Ayah dua orang anak ini telah berhasil merambah hingga ke kota-kota wisata di Indonesia. Usaha keripik tempe yang digelutinya saat ini setiap harinya menghasilkan rata-rata 1,3 kuintal. Namun ketika ditanya tentang rencana ke depan, kebanyakan dari pengusaha kecil ini merasa sudah cukup dengan apa yang mereka peroleh saat ini. “Keinginan pasti ada, tapi kami tidak mau sampai terikat oleh jumlah permintaan konsumen,”ungkap lelaki asli Malang ini. “Kita gak ngoyo Mbak, yang penting bisa tetap stabil. Rejeki sudah ada yang atur,” Tambah pria pekerja keras ini.
Lain halnya dengan Nurma, wanita ramah ini tidak berani mengambil resiko peminjaman modal.
Ketika ditanya tentang rencananya untuk pengembangan selanjutnya, tampaknya Nurma kurang bersemangat karena wanita kelahiran 1973 ini takut untuk mengambil resiko pengembalian modal.
Usaha keripik tempe di daerah Sanan, memang sudah menjadi mata pencaharian warga setempat. Telah berdiri koperasi yang khusus menangani hal ini. Bahkan, tempat ini telah menjadi langganan para distributor yang memasarkan jajanan khas Malang.
Setiap harinya home industri di daerah ini rata-rata memproduksi 18 kg. Namun ada juga yang hingga 1 kwintal lebih. Harga yang ditawarkan pun sebanding dengan rasanya yang enak, tiga ribu hingga enam ribu rupiah per bungkus membuat lidah tak puas jika hanya membeli sebungkus. Rasa yang ditawarkan pun bervariasi, ada rasa original dan pedas manis, ayam bawang, ayam kecap, ayam lada hitam, balado, barbeque, cuttle fish, jagung bakar, jagung manis, keju, pedas manis, pizza, rumput laut, sambal udang, spaghetti.
Keripik tempe memang sudah tak asing lagi sejak dulu, namun ada kekhasan lagi yang ditawarkan oleh Malang yang cukup mengundang rasa penasaran wisatawan. Keripik buah, sungguh tak bisa dibayangkan. Segarnya rasa buah, terpadu dengan renyahnya rasa keripik. Teknologi vacuum friying, membuat paduan yang aneh ini menjadi tersaji. Kini macam-macam buah dapat menjadi awet dan dinikmati dengan renyahnya.
Kristiawan, seorang Sarjana Teknologi Pertanian yang mengklaim dirinya sebagai penemu keripik apel, berhasil membuat inovasi-inovasi baru berkenaan dengan usaha ini. “Bukti bahwa saya adalah pionir keripik apel, adalah ketika pertama kali produk ini saya pasarkan, sangat sulit. Karena masih asing bagi masyarakat,” tutur pria berambut sebahu ini.
Awalnya, Kristiawan adalah seorang pekerja di Perusahaan keripik Nangka di Pakis, bahkan sampai sekarang pun jabatan sebagai manager tetap dipercayakan kepadanya disela-sela kesibukannya mengurusi usaha keripik buahnya.
Karena keterbatasan biaya, Lelaki yang akrab dipanggil Kris ini, tidak bisa mempromosikan produknya secara besar-besaran. Namun, kemudian ada sebuah usaha keripik apel yang sama, berani mempromosikan keripik apel secarabesar-besaran. “Dari situ, akhirnya produk keripik apel dikenal masyarakat, mereka akhirnya bisa membedakan kalau keripik apel saya kualitasnya lebih bagus.” Tuturnya bangga. “Mengekor lebih penting daripada pionir,” tukasnya.
Memang, usaha ini tergantung pada musim, oleh karena itu cocok bila dibentuk UKM-UKM di setiap sentra penghasil buah.”Untuk keripik apel di batu, namun untuk yang lainnya seperti semangka, nanas, salak dan lainnya, kami handel sendiri.” Jelas pria kelahiran tahun 1966 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar